Di era digital ini, semua serba instan termasuk utang. Paylater, cicilan nol persen, dan kredit digital makin mudah diakses, terutama oleh generasi muda. Tapi, di balik kemudahan itu, muncul jebakan, utang konsumtif yang seringkali tidak menghasilkan apa-apa selain kepuasan sesaat.
“Cicil mimpi, bukan cicil gaya hidup.”
Kalimat ini penting untuk jadi pengingat, bahwa berutang itu gak selalu salah asal digunakan untuk hal yang produktif. Misalnya:
Cicil laptop untuk kerja freelance atau kuliah.
Ambil pinjaman usaha untuk buka kedai kopi kecil-kecilan.
Kredit kamera untuk jadi content creator profesional.
Itu semua adalah bentuk utang produktif alat untuk mencapai mimpi, bukan sekadar gengsi.
Sebaliknya, utang konsumtif adalah saat kita:
Cicil HP baru padahal yang lama masih bagus.
Bayar paylater buat belanja impulsif.
Terjebak diskon palsu dan FOMO.
Bedanya? Yang satu nambah nilai diri, yang satunya nambah stres tiap jatuh tempo.
Tips Sederhana:
Tanya diri sebelum ngutang: “Ini buat mimpi atau cuma buat tampil?”
Pakai rumus 24 jam: kalau ragu, tunggu sehari sebelum beli.
Utamakan cicilan yang bisa dibayar tanpa mengorbankan kebutuhan pokok.
Jadi, yuk mulai bijak dari sekarang. Gak masalah nyicil asal buat mimpi, bukan buat gaya.
Karena masa depan itu dicicil, bukan ditunda.