Dalam dunia profesional, sering kali muncul dilema moral antara membantu sesama dan menjalankan bisnis secara efektif. Ada pepatah yang mengatakan, "Business is business, charity is charity." Kalimat ini tampaknya sederhana, tetapi memiliki makna mendalam tentang bagaimana kita seharusnya memisahkan dua ranah yang sangat berbeda: logika bisnis dan semangat sosial.
Memahami Perbedaan Fungsi: Bisnis dan Amal
Bisnis bertujuan menciptakan nilai ekonomis—keuntungan, pertumbuhan, efisiensi, dan keberlanjutan. Sementara itu, charity atau kegiatan amal berfokus pada nilai kemanusiaan—empati, bantuan, dan pemberdayaan mereka yang kurang beruntung.
Ketika dua fungsi ini dicampur dalam praktik manajemen, hasilnya bisa kontraproduktif. Salah satu contohnya adalah keputusan merekrut orang berdasarkan rasa kasihan, bukan kapabilitas.
Rekrutmen Berdasarkan Kasihan: Risiko Besar
Mempekerjakan seseorang hanya karena ingin “membantu” bisa terlihat mulia, namun itu bisa menjadi keputusan yang mahal untuk bisnis Anda. Berikut beberapa alasannya:
Produktivitas Terancam
Seseorang yang tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan akan kesulitan memenuhi ekspektasi pekerjaan. Ini bisa menurunkan produktivitas tim secara keseluruhan.
Moral Tim Bisa Turun
Anggota tim lain bisa merasa tidak adil jika ada rekan kerja yang tidak kompeten tetapi tetap dipertahankan demi alasan "charity". Ini bisa memicu ketidakpuasan, bahkan konflik internal.
Biaya Bisnis Meningkat
Kesalahan kerja, kebutuhan pelatihan tambahan, dan potensi turn-over bisa menyebabkan kerugian finansial yang seharusnya bisa dihindari.
Kapabilitas Adalah Kunci dalam Dunia Profesional
Rekrutmen yang sehat adalah yang berbasis pada kemampuan, integritas, dan potensi. Setiap individu yang direkrut harus mampu memberikan kontribusi nyata terhadap tujuan organisasi. Memberi kesempatan adalah hal baik, tetapi harus tetap didasarkan pada kecocokan kompetensi.
Ini bukan berarti kita tidak bisa membantu sesama. Kita bisa tetap melakukan charity, namun pada wadah yang tepat—melalui yayasan, donasi, mentoring, atau program sosial perusahaan (CSR). Tapi ketika menyangkut keputusan strategis bisnis, seperti rekrutmen dan promosi, maka objektivitas dan standar kompetensi tidak boleh dikompromikan.
Kesimpulan: Garis Jelas Harus Ditegaskan
Menjadi manusia yang peduli dan bertanggung jawab sosial itu penting. Tapi kita juga harus bijak dalam menjalankan fungsi masing-masing peran. Jangan biarkan niat baik menjadi bumerang bagi bisnis Anda.
**Business adalah ranah logika. Charity adalah ranah empati. Keduanya penting, tapi harus dikelola di jalurnya masing-masing.
**
Referensi : Aristia Chen