Apa Itu Huruf Serif?
Serif adalah salah satu jenis font. Ciri khasnya adalah adanya garis kecil di sudut akhir tiap hurufnya.

Nama “Serif” sendiri diambil dari bahasa Belanda, schreef. Ia berarti garis atau goresan pena. garis kecil tersebut akan kita sebut sebagai “ekor”.
Mengutip Adobe, asal-usul garis tambahan ini kurang jelas. Meski begitu, ada yang berpendapat bahwa ini merupakan pengaruh dari penulisan dengan kuas.
Pada zaman dulu, pulpen tak langsung bisa dipakai untuk menulis. Orang-orang harus mencelupkan ujungnya dulu ke tinta. Setelah itu, barulah pulpen digoreskan ke kertas.
Dengan alasan ini, tiap kali menulis, muncul garis kecil di bagian ujung huruf. Tentu saja, ini bukanlah sebuah kesengajaan.
Nah, di masa kini, pulpen lebih modern dan tidak punya jejak tinta. Namun, huruf-huruf Serif tetap punya “ekor” untuk tujuan dekorasi.
Font yang satu ini memberikan kesan profesional dan formal. Ia membuat penggunanya punya kesan historis dan klasik.
Salah satu penggunaannya adalah majalan Time. Logo mereka hanya terdiri dari kata “TIME” ber-font Serif.
Jenis-Jenis Huruf Serif
Dari masa ke masa, font Serif terus mengalami perubahan. Hingga kini, ada setidaknya 6 turunan dari huruf klasik ini.
1. Old Style
Old Style merupakan jenis Serif yang paling tua. Ia sudah ada sejak abad ke-14.
Font yang satu ini terus berkembang dan dikreasikan hingga pertengahan abad ke-18.
Ciri khasnya adalah “ekor” yang menghadap ke kiri. Selain itu, sudut di antara huruf dan “ekor”-nya kurang dari 90 derajat.
Garis-garisnya juga cenderung membulat, bukannya membentuk sudut. Selain itu, perbedaan di antara sisi tebal dan tipisnya tak terlalu jauh.
2. Transitional atau Baroque
Kalau Old Style tebal-tipisnya tak jauh beda, lain halnya dengan Transitional. Ia punya kontras ketebalan yang lebih jelas.
Selain itu, sudut “ekor” dan hurufnya lebih mendekati 90 derajat. Secara umum, mereka juga terlihat lebih tipis daripada Old Style.
Gaya huruf Serif yang juga disebut Baroque ini muncul pada abad ke-18.
3. Slab Serif
Pada abad yang sama, Slab Serif lahir. Font yang satu ini tak punya beda tebal-tipis sama sekali.
Semuanya terlihat seragam , mulai dari “ekor” hingga huruf utamanya. Keduanya punya sudut temu sebesar 90 derajat.
4. Modern, Didone, atau Neoclassical
Di akhir abad ke-18, muncullah Serif Modern.
Ciri khas Serif Modern adalah “ekor”-nya yang sangat tipis. Apalagi, jika “ekor” itu dibandingkan dengan hurufnya.
Sudut temu keduanya juga mencapai 90 derajat. Sisi tebal-tipisnya jauh lebih kontras daripada Transitional.
Pada awal abad ke-19, font ini banyak dipakai oleh majalah. Sayangnya, trennya menurun seiring perkembangan waktu.
Meski begitu, hingga kini, masih banyak brand yang menggunakan Serif Modern, lho. Dua di antaranya adalah logo majalah VOGUE dan merek fashion ternama Dior.
5. Square Serif
Sebagai tandingan huruf Serif Modern, ada Square Serif. Font ini muncul di waktu yang sama, yakni pada awal abad ke-19.
Ia mirip dengan Old Style yang tak punya banyak kontras di antara “ekor” dan hurufnya.
Sudut-sudutnya juga membentuk persegi, bukannya bulat atau segitiga.
6. Glyphic
Ingin pakai font Serif yang “ekor”-nya unik? Glyphic adalah jawabannya.
“Ekor”-nya berbentuk segitiga, bukannya sekadar garis atau persegi. Ini membuatnya punya kesan huruf yang diukir, bukannya ditulis atau diketik.