Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai seorang saudagar ulung yang berjujur, kemuliaan, dan amanah dalam berniaga. Dengan keagungan dan kemuliaan sifat sifatnya, beliau dikenal juga sebagai seorang marketer yang cerdas dan beretika. Sifat sifat itulah yang kemudian pada zaman modern ini menjadi dasar yang penting dalam bermuamalah, khususnya dengan manusia.
Sebagai seorang pedagang, Nabi Muhammad Saw. melakukan kegiatan muamalah dengan menerapkan syariat-syariat islam. Aktifitas muamalah dengan penerapan syariat Islam dapat pula disebut syariah marketing. Dalam syariah marketing, seluruh proses, baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai (value), tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah yang Islami.
Dalam praktiknya sendiri, Nabi Muhammad sebagai syariah marketer memiliki sifat-sifat yang dapat kita teladani sebagai key success factors (KSF) dalam melakukan syariah marketing.
Shiddiq
Shiddiq merupakan sifat jujur. Seorang marketer haruslah memiliki sifat shiddiq yang menjiwai seluruh perilakunya dalam melakukan pemasaran baik itu dalam berhubungan dengan pelanggan, dalam bertransaksi dengan nasabah, serta dalam membuat perjanjian dengan mitra bisnisnya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw., yaitu:
إِذَا أَنْتَ بَايَعْتَ فَقُلْ لَا خِلَابَةَ ثُمَّ أَنْتَ فِي كُلِّ سِلْعَةٍ ابْتَعْتَهَا بِالْخِيَارِ ثَلَاثَ لَيَالٍ فَإِنْ رَضِيتَ فَأَمْسِكْ وَإِنْ سَخِطْتَ فَارْدُدْهَا عَلَى صَاحِبِهَ
"Apabila kamu menjual maka katakanlah dengan jujur dan jangan menipu. Jika kamu membeli sesuatu maka engkau mempunyai hal pilih selama tiga hari, jika kamu rela maka ambillah, tetapi jika tidak maka kembalikan kepada pemiliknya." [Ibnu Majah no.2346]
Amanah
Amanah merupakan sifat terpercaya atau kredibel. Seorang marketer harus dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan kredibel, serta berkeinginan untuk memenuhi sesuatu sesuai dengan ketentuan. Diantara nilai yang terkait dengan kejujuran, yang melengkapinya adalah amanah. Sifat amanah sendiri disebutkan dalam firman Allah Swt. dalam surah Al-anfal ayat 27 yang berbunyi sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَخُونُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓا۟ أَمَٰنَٰتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q.S. 8:27
Fathanah
Fathanah berarti mengerti akan sesuatu dan dapat menjelaskannya, fathanah dapat juga diartikan dengan kecerdikan. Sebagai marketer, sifat fathanah dapat mengoptimalkan potensi akal yang ada sehingga aktifitas pemasaran menjadi lebih efektif dan efisien, serta mampu menganalisis situasi persaingan dan perubahan-perubahan dimasa yang akan datang.
Tabligh
Tabligh berarti komunikatif dan argumentatif. Sifat tabligh menunjukkan keramahan dan komunikatif dalam muamalah. Dalam melakukan promosi, seorang marketer yang tabligh akan menyampaikan sesuatu dengan benar dan dengan tutur kata yang tepat. Tabligh mengindikasikan bagaimana orang lain yang diajak bicara bisa terpengaruh dan yakin dengan untaian kata-kata atau pesan yang disampaikan. Sifat tabligh menjadikan diskusi dan presentasi bisnis mencapai pengertian antar marketer dan klien sehingga klien dapat memahami pesan bisnis yang ingin disampaikan. Tentu dalam hal ini begitu pentingnya prinsip tabligh dalam rangka menarik konsumen.
Setelah mengetahui 4 sifat wajib Nabi Muhammad Saw. dan bagiamana meneladaninya sebagai marketer, hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah istiqamah. Istiqamah adalah sikap konsisten, disiplin, berkomitmen, serta sabar dalam menghadapi ujian. Penerapan syariat-syariat Islam dalam marketing tentu memiliki tantangan tersendiri sehingga penerapan sikap istiqamah dalam praktik pemasaran bagi seorang marketer sangatlah penting agar tetap konsisten dan tidak goyah dalam menjalankan syariat islam dalam pemasaran.
Selain itu penting pula bagi seorang marketer memahami bahwa sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. ini perlu diteladani dengan menjadikannya sebagai dasar perilaku dalam muamalah agar tujuan bisnis tidak hanya untuk mencari keuntungan semata, tetapi juga yang paling utama untuk mencapai ridha Allah SWT.
referensi:
https://hes.unida.gontor.ac.id/pemasaran-syariah-pada-zaman-nabi-muhammad-saw/
Syahrul, H. MARKETING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Jurnal Hukum Diktum, Volume 10, Nomor 2, Juli 2012, hlm 185-196
https://muhammadiyah.or.id/2020/07/khiyar-dalam-jual-beli/